Blitar, 5 Agustus 2015
Millennium dua ini mengajakku untuk terus berjalan merasakan
majunya peradaban IPTEK dan berkurangnya IMTAQ. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) abad ini sungguh luar biasa yang bisa dengan mudah membunuh Iman dan
Taqwa (IMTAQ) manusia. Dulu aku masih merasakan kerasnya didikan orang tua,
guru maupun teman. Tetapi kebahagiaan bisa aku raih dengan tanpa pemanjaan dari
gadget. Cukup dengan pemanjaan
kelereang, aku, dia dan teman-teman berbahagia. Sungguh sangat terasa perbedaan
dulu dan sekarang.
Millennium dua ini, “topeng” sudah sangat “murah” dan ampuh.
Aku berjalan di atas pemikiran orang-orang hebat, sehingga aku sedikit demi
sedikit bisa berbicara. Ya karena topeng ini aku bisa berbicara. Sungguh ampuh
topeng ini. Aku melihat semua orang memakai topeng, bahkan guru ngajiku juga
memakai topeng. Topeng yang bisa merubah-ubah wajah, bahkan suatu saat aku
pernah tidak percaya beliau adalah guru ngajiku.
Aku angkat bicara karena aku khawatir, semakin lama topeng
ini menakutkan. Padahal dulu pertama kali melihat topeng aku kegirangan, senang
bukan main, tertawa terpingkal-pingkal. Tapi setelah dewasa, dengan kritik
wacana, akhirnya kekhawatiranku menjadi-jadi. Aku khawatir jika guru-guruku
mengaji masih saja menggunakan topeng. aku khawatir jika ustadz-ustadz sekarang
justru bangga memakai topeng. kekhawatiranku bertambah dengan aku yang masih
berjalan di millennium dua dan dipaksa menyaksikan IPTEK-IPTEK itu bebas
membunuh IMTAQ.
Dulu aku tahu bahwa ustadz-ustadz sampai ulama takut untuk
memakai topeng. Mereka tidak suka, sangat benci bahkan murka jika mereka dipaksa
untuk memakai topeng. Kalau kalian pengen tahu ulama-ulama dulu, cukup dengan
membaca biografi-biografi ulama-ulama kuno. Kisah hidup mereka cukup untuk
menceritakan jayanya IMTAQ yang melekat pada diri ulama-ulama kuno.
Berbeda dengan ustadz-ustadz sekarang, justru sangat bangga
jika bisa mengubah-ubah topeng yang mereka gunakan. Aku sangat kecil ilmunya,
tapi dengan topeng ini aku berani sedikit berbicara mengenai fenomena ustadz
millennium dua. Kesaksianku sebagai penduduk millennium dua yangmana profesi,
duit dan hidup sudah menjadi tujuan utama. Pengobral ancaman Tuhan ini sudah
menjadi salah satu pilihan profesi tetap, dan konotasi profesi adalah uang.
Sebagaimana artis biasa yang dibayar setelah berakting.
Apalagi dengan pemanjaan teknologi masa kini. Hanya modal smart phone seorang dapat mengobral
janji dan ancaman Tuhan. Niscahya jika banyak ustadz muncul dadakan. Topeng-topeng
millennium dua bersifat komersil. Tidak sedikit jebolan pondok pesantren yang
juga terseret dengan arus millennium dua. Tapu di isisi lain aku juga tidak tahu
bagaiamana niat seseorang dalam bertindak. Aku tidak tahu kalau dibalik topeng
masih ada topeng. cukup kupakai topeng agar aku bisa menulis. Topeng topeng, ku
buang sayang ku pakai tak pantas. (MBS)
0 komentar:
Posting Komentar