Minggu, 14 Oktober 2012

2 AGAMA ISLAM 10 HADIST MENUNTUT ILMU BESERTA ARABNYA


Firman Allah Azza Wa jalla:
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)…” (Ali ‘Imran:18)
Maka lihatlah bagaimana Alah SWT memulai dengan diriNya, keduanya dengan malaikat dan ketiganya dengan orang-orang ahli ilmu.
Dengan ini cukuplah bagimu (untuk mengetahui) kemuliaan, keutamaan, kejelasan dan kelebihan orang-orang ahli ilmu’

Allah Ta’alan berfirman:
“…… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…..” (Al Mujadilah:11)
Ibnu Abbas ra berkata : “Para ulama memperoleh beberapa derajat di atas kaum mu’minin dengan tujuh ratus derajat yang mana antara dua derajat itu perjalanan lima ratus tahun.
Dan Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman:
“….. Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama….” (Fathir:28)
“….. Katakanlah: “Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan kamu, dan antara orang yang mempunyai ilmu Al Kitab” (Ar Rad:43)
” Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip……” (An Naml:40)
” Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh,……” (Al Qashash:80)
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (Al Ankabut:43)
“………. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri) ……….” (An Nisa’ : 83)
” Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian takwa ……..” (Al A’raf:26)
“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami……..” (Al A’raf:52)
” maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang (Kami) mengetahui (keadaan mereka),……..” (Al A’raf:7)
“Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu ………” (Al Ankabut:49)
“Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara” (Ar Rahman:3-4)
.
Hadist-hadits

Barangsiapa yang dikehendaki Allah dengan kebaikan maka Allah menjadikannya ia pandai mengenai agama dan ia diilhami PetunjukNYa [Muttafaq 'alaih]

Ulama itu adalah pewaris para Nabi [Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban]

“sesuatu yang di langit dan bumi itu memohonkan ampunan bagi orang ‘alim (pandai)” [Abu Darda']

sesungguhnya hikmah (ilmu) itu menambah orang yang mulia akan kemuliaan dan mengangkat hamba sahaya sehingga ia mencapai capaian raja-raja. [Abu Na'im dalam Al Hilyah, Ibnu Abdil Barr dalam Bayaul Ilmi, dan Abd. Ghani dalam Adabul Muhaddits dari hadits Anas dengan sanad yang lemah]

Dua pekerti tidak terdapat di dalam orang munafik, yaitu perilaku yang baik dan pandai dalam agama [H.R. At Tirmidzi dari Abu Hurairah, ia mengatakan hadits gharib]

Seutama-utama manusia adalah orang mu’min yang’alim (pandai) yang jika ia dibutuhkan maka ia berguna, dan jika ia tidak dibutuhkan maka ia mencukupkan dirinya.” [Al Baihaqi dalam Syu'bul Iman mauquf pada Abu Darda' dengan sanad yang lemah]

Iman itu telanjang, pakaianya adalah takwa, perhiasannya adalah malu, dan buahnya adalah ilmu [Al Hakim dalam Tarikh Naisabur dari hadits Abu Darda' dengan sanad yang lemah]

Orang yang paling dekat dari derajat kenabian adalah ahli ilmu dan jihad (perjuangan). Adapun ahli ilmu maka mereka menunjukkan manusia atas apa yang dibawa para rasul, sedangkan ahli jihad maka mereka berjuang dengan pedang (senjata) mereka atas apa yang dibawa oleh para rasul [Abu Na'im dalam Fadhlul 'alim al 'afif 'dari hadits Ibnu Abbas dengan sanad yang lemah.]

sungguh matinya satu kabilah itu lebih ringan dari pada matinya seorang ‘alim [Ath Thabrani dan Ibnu Abdil Barr dari hadits Abu Darda']

Manusia itu adalah barang tambang seperti tambang emas dan perak. Orang-orang pilihan mereka di masa Jahiliyah adalah orang-orang pilihan mereka di masa Islam apabila mereka pandai [Muttafaq 'alaih]

Pada hari Kiyamat tinta ulama itu ditimbang dengan darah orang-orang yang mati syahid [Ibnu Abdil Barr dari Abu Darda'dengan sanad yang lemah]

Barang siapa yang memelihara empat puluh buah hadits dari As Sunnah atas ummatku sehingga ia menunaikannya kepada mereka maka aku akan menjadi pemberi syafa’at kepadanya dan saksinya pada hari Kiyamat [Ibnu Abdil Barr dalam al 'Ilm dari hadits Ibnu Umar dan ia'melemahkannya.]

Barang siapa dari ummatku menghafal empat puluh buah hadits maka ia bertemu dengan Allah ‘Azza wa Jalla pada hari Kiyamat sebagai seorang faqih yang ‘alim [Ibnu Abdil Barr dari hadits Anas dan ia melemahkannya]

Barang siapa memahami tentang agama Allah ‘Azza Wa Jalla maka Allah Ta’ala mencukupinya akan sesuatu yang menjadi kepentingannya dan Dia memberinya rizki dari sekiranya ia tidak memperhitungkannya [Al Khathib dalam Tarikh dari hadits Abdullah bin Juz - Az zabidi dengan sanad yang lemah]

Allah ‘Azza wa Jalla memberi wahyu kepada Ibrahim as : “Hai Ibrahim, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui, Aku senang kepada setiap orang yang pandai [Dituturkan oleh Ibnu Abdil Barr sebagai komentar]

Orang pandai adalah kepercayaan Allah Yang Maha Suci di atas bumi [Ibnu Abdil Barr dari Mu'adz dengan sanad yang lemah]

Dua golongan dari ummatku apabila mereka baik maka manusia baik, dan apabila mereka rusak maka manusia rusak, yaitu para pemegang pemerintahan dan para ahli fiqh [Ibnu Abdil Barr dan Abu Na'im dari hadits Ibnu Abbas.]

Apabila datang hari kepadaku padanya saya tidak bertambah ilmu yang mendekatkan saya kepada Allah ‘Azza Wa Jalla maka saya tidak mendapat berkah pada terbitnya matahari hari itu [Ath Thabrani dalam Al Ausath dan Abu Na'im dalam Al Hilyah, dan Ibnu Abil Barr dalam Al 'Ilm]

Keutamaan orang ‘alim atas orang ahli ibadah adalah seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah dari shahabatku [At Tirmidzi dari hadits Abu Umamah]

Kelebihan orang ‘alim atas orang ahli ibadah adalah seperti kelebihan bulan pada malam purnama atas seluruh bintang-bintang [Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa'i dan Ibnu Hibban, dan itu sepotong dari hadits Abu Darda' yang terdahulu]

Pada hari Kiyamat tiga macam orang memberi syafa’at yaitu: para Nabi, para ulama kemudian orang-orang yang mati syahid [Ibnu Majah dari hadits Utsman bin 'Affan dengan sanad yang lemah]

Tidaklah Allah Ta’ala disembah dengan sesuatu yang utama dari pada pemahaman terhadap agama. Sungguh seorang faqih itu lebih berat atas syaithan dari pada seribu orang ahli ibadah. Setiap sesuatu itu mempunyai tiang, dan tiang agama ini adalah fiqh [Ath Thabrani dalam Al Ausath, Abu Bakar Al Ajiri dalam Fadhlul 'ilmi, dan Abu Na'im dalam Riyadhatul Muta'allimin dari hadits Abu Hurairah dengan sanad yang lemah]

Sebaik-baik agamamu adalah yang termudahnya, dan sebaik-baik ibadah adalah fiqh (pemahaman) [Ibnu Abdil Barr dari hadits Anas dengan sanad yang lemah]

Keutamaan mu’min yang ‘alim atas mu’min yang ahli ibadah adalah dengan tujuh puluh derajat [Ibnu Adi dari Abu Hurairah dengan sanad yang lemah]

Sesungguhnya kamu menjadi dalam masa yang banyak ahli fiqhnya, sedikit qurra’ (ahli baca Al Qur’an) nya dan ahli pidatonya, sedikit orang yang meminta-minta dan banyak orang yang memberinya. Amal padanya adalah lebih baik dari pada ilmu. Dan akan datang kepada manusia masa yang sedikit ahli fiqhnya, banyak juru pidatonya, sedikit orang yang memberinya, banyak orang yang meminta-minta. Ilmu pada masa itu lebih baik dari pada amal [Ath Thabrani dari hadits Hizam bin Hakim dari pamannya, ada yang mengatakan dari ayahnya, sanadnya lemah]

Antara orang yang ‘alim dan orang yang beribadah adalah seratus derajat, antara setiap dua derajat itu ditempuh kuda pacuan yang dilatih selama tujuh puluh tahun [Al Ashfihani dalam At Targhib wat Tarhib, dari lbnu Umar dari ayahnya]

Ditanyakan : “Wahai Rasulullah, amal-amal apakah yang lebih utama ?” Beliau bersabda : “Ilmu tentang Allah ‘Azza Wa Jalla” Lalu ditanyakan : “IImu apakah yang engkau kehendaki ?”. Beliau SAW bersobds : “Ilmu tentang Allah ‘Azza Wa Jalla”. Lalu dikatakan kepadanya : “Kami bertanya mengenai amal sedangkan engkau menjawab mengenai ilmu”. Maka beliau SAW bersabda : “Sesungguhnya amal sedikit disertai ilmu (mengetahui) tentang Allah itu berguna dan banyaknya amal serta bodoh mengenai Allah itu tidak berguna [Ibnu Abdil Barr dari hadits Anas dengan sanad yang lemah]

Allah Yang Maha Suci poda hari Kiyamat membangkitkan hamba-hamba kemudian Dia membangkitkan ulama kemudian Dia berfirman : “Wahai golongan ulama, sesungguhnya Aku tidak meletakkan ilmuKu padamu kecuali karena Aku mengetahui tentang kamu, dan Aku letakkan ilmuKu padamu agar Aku tidak menyiksamu, pergilah karena Aku telah memberi ampunan kepadamu”. [Ath Thabrani dari hadits Abu Musa dengan sanad yang lemah]
.
Atsar-atsar
Adapun atsar (kata-kata shahabat), Ali bin Abi Thalib ra berkata kepada Kumail :
“Hai Kumail, ilmu itu lebih utama dari pada harta karena ilmu itu menjagamu sedangkan kamu menjaga harta. Ilmu adalah hakim, sedangkan harta adalah yang dihakimi. Harta menjadi berkurang dengan dibelanjakan, sedangkan ilmu menjadi berkembang dengan dibelanjakan (diberikan kepada orang lain)”.
Ali ra juga berkata :
“Orang yang ‘alim itu lebih utama dari pada orang yang berpuasa, berdiri ibadah malam dan berjuang. Apabila seorang ‘alim meninggal maka berlobanglah dalam Islam dengan suatu lobang yang tidak tertutup kecuali oleh penggantinya”.
Dan ia ra berkata dalam bentuk syair (nazham) :

Tidak ada kebanggaan kecuali bagi ahli ilmu, sesungguhnya mereka di atas petuniuk, dan mereka penunjuk orang yang minta petuniuk. Nilai setiap orang adalah sesuatu yang meniadikannya baik, sedangkan orang-orang bodoh itu musuh ahli ilmu. Maka carilah kemenangan kamu dengan ilmu, dengon ilmu itu kamu hidup selamanYa, munusiq itu mati, sedangkan ahli ilmu itu hidup
.
Abul Aswad berkata : “Tidak ada sesuatu yang lebih utama dari pada ilmu. Para raja itu memerintah manusia (orang kebanyakan), sedangkan para ahli ilmu itu memerintah para raja”.
Ibnu Abbas ra berkata : “Sulaiman bin Dawud as disuruh memilih antara ilmu, harta dan kerajaan maka beliau memilih ilmu, lalu beliau diberi harta dan kerajaan”.
Ibnul Mubarak ditanya : “Siapakah manusia itu” Ia menjawab : “Para ulama”. Ditanyakan lagi : “Siapakah para raja itu ?”. Ia menjawab : “Orang-orang yang zuhud”. Ditanyakan lagi : “Siapakah orang rendahan itu ?” Ia menjawab : “Orang-orang yang memakan dunia dengan agama”.
Ia tidak memasukkan orang yang tidak berilmu ke golongan manusia karena kekhususan yang membedakan manusia terhadap seluruh hewan adalah ilmu. Maka manusia adalah manusia yang menjadi mulia karena ilmu. Kemuliaan itu bukan karena kekuatan dirinya karena unta itu lebih kuat dari padanya. Dan bukan karena besarnya, karena gajah itu lebih besar dari padanya. Dan bukan karena beraninya karena binatang buas itu lebih berani dari padanya. Bukan karena makannya karena lembu itu lebih besar perutnya dari pada perutnya. Dan bukan karena bersetubuhnya karena burung pipit yang paling rendah itu lebih kuat untuk bersetubuh dari padanya. Bahkan manusia itu tidak dijadikan (tidak diciptakan) kecuali karena ilmu.
Fathul Maushuli rahimahullah berkata : “Bukankah orang sakit apabila dicegah makan, minum dan obat maka ia mati ?’,. Mereka (orang-orang) menjawab : “Ya”. Ia berkata : “Demikian juga hati, apabila dicegah dari padanya hikmah dan ilmu selama tiga hari maka hati itu akan mati”. Ia benar’karena makanan hati adalah ilmu dan hikmah, dan dengan keduanyalah hidupnya hati sebagaimana makanan tubuh adalah makanan.
Barangsiapa yang tidak mendapat ilmu maka hatinya sakit sedangkan matinya itu pasti. Tetapi ia tidak merasakannya karena cinta dan sibuk dengan dunia itu mematikan perasaannya sebagaimana takut itu kadang-kadang meniadakan sakitnya luka seketika, meskipun luka itu masih ada. Apabila kematian telah menghilangkan bebanan-bebanan dunia maka ia merasakan kebinasaannya dan ia menyesal dengan sesalan yang besar namun sesalan itu tidak berguna baginya.
Itu seperti perasaan orang yang aman dari takutnya, dan orang yang sadar dari mabuknya terhadap lukaJuka yang dideritanya dalam keadaan mabuknya atau dalam keadaan takut. Maka kita mohon perlindungan kepada Allah pada hari dibukanya tutup. Sesungguhnya manusia itu tidur,’apabila mati maka mereka jaga (bangun).
Al Hasan rahimahullah berkata : “Tinta ulama itu ditimbang dengan darah syuhada, maka tinta ulama itu unggul atas darah syuhada”.
Ibnu Mas’ud ra berkata : “Wajib atasmu untuk berilmu sebelum ilmu itu diangkat, sedangkan diangkatnya ilmu adalah matinya perawi-perawinya. Demi Dzat yang jiwaku di tanganNya sungguh orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu sebagai syuhada’ itu senang dibangkitkan oleh Allah sebagai ulama karena kemuliaan ulama yang mereka lihat. Sesungguhnya seseorang itu tidak dilahirkan sebagai orang yang berilmu, namun ilmu itu dengan belajar”.
Ibnu Abbas ra berkata : “Mendiskusikan ilmu pada sebagian malam lebih saya sukai dari pada menghidupkan malam itu (dengan shalat dan sebagairlo : pent)”. Demikian juga dari Abu Hurairah ra dan Ahmad bin Hambal rahimahullah.
Al Hasan berkata mengenai firman Allah Ta’ala : wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat” (Al Baqarah : 201). Bahwasanya kebaikan di dunia itu adalah ilmu dan ibadah, sedangkan kebaikan di akhirat adalah syurga.
Ditanyakan kepada sebagian hukama : “Barang apakah yang selalu mengikuti (pemiliknya) ?”. Ia berkata : “Barang yang mana apabila kapalmu tenggelam maka kamu berenang bersamanya, yaitu ilmu”.
Dan ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tenggelamnya kapal adalah hancurnya badan karena mati.
Sebagian mereka berkata : “Barang siapa mengambil hikmah (ilmu) sebagai kendali maka manusia menjadikannya sebagai pemimpin. Dan barang siapa mengetahui hikmah maka ia dipandang oleh semua mata dengan penghormatan”.
Asy Syafi’i ra berkata : “Termasuk kemuliaan ilmu adalah setiap orang yang dikatakan berilmu walaupun mengenai sesuatu yang remeh maka ia bergembira dan barang siapa yang (dikatakan) tidak memiliki ilmu maka ia bersedih”.
Umar ra berkata : “Wahai manusia, wajib atasmu untuk berilmu. Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci memiliki selendang yang dicintaiNya. Barangsiapa menuntut satu bab dari ilmu maka Allah menyelendanginya dengan selendangnya. Jika ia berbuat dosa maka ia agar memperbaikinya tiga kali agar selendangnya itu tidak dilepas dari padanya, meskipun dosanya itu berkepanjangan sehingga ia meninggal”.
Al Ahnaf rahimahullah berkata : “Ulama itu hampir-hampir sebagai Tuhan, dan setiap kemuliaan yang tidak dimantapkan oleh ilmu maka akhirnya menjadi hina”.
Salimbin Abil Ja’d berkata:”Tuanku membeliku dengan tiga ratus dirham dan ia memerdekakan saya”. Lalu saya berkata : Dengan apakah saya bekerja ?”. Maka saya bekerja dengan ilmu dan tidak genap setahun bagiku sehingga datanglah amir Madinah kepadaku dan saya tidak mengizinkan baginya”.
Az Zubair bin Abu Bakar berkata : “Ayahku di Irak berkirim surat kepadaku, “wajib atasmu berilmu. Jika kamu fakir maka ilmu itu menjadi hartamu. Dan jika kamu kaya maka ilmu itu menjadi keindahan bagimu”.
Demikian itu dihikayatkan juga dalam wasiyat-wasiyat Luqman kepada anaknya, ia berkata :
“Hai anakku, duduklah pada ulama dan merapatlah kepada mereka dengan kedua lututmu karena sesunguhnya Allah Yang Maha Suci menghidupkan hati dengan cahaya hikmah sebagaimana Dia menghidupkan tanah dengan hujan dari langit”.
Sebagian hukama’ berkata : “Apabila orang’alim meninggal maka ia ditangisi oleh ikan di air, dan oleh burung di udara, ia hilang tetapi sebutannya tidak dilupakan penyebutannya.
Az Zuhri rahimahullah berkata : “Ilmu jantan, dan tidak menyintainya kecuali orang laki-laki yang jantan”.

0 still about hadist

             Kitab-kitab Hadits
Abad ke 2 H
Beberapa kitab yang terkenal :
  1. Al Muwaththa oleh Malik bin Anas
  2. Al Musnad oleh As Syafi’i (tahun 150 – 204 H / 767 – 820 M)
  3. Mukhtaliful Hadist oleh As Syafi’i
  4. Al Jami’ oleh Abdurrazzaq Ash Shan’ani
  5. Mushannaf Syu’bah oleh Syu’bah bin Hajjaj (tahun 82 – 160 H / 701 – 776 M)
  6. Mushannaf Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (tahun 107 – 190 H / 725 – 814 M)
  7. Mushannaf Al Laist oleh Al Laist bin Sa’ad (tahun 94 – 175 / 713 – 792 M)
  8. As Sunan Al Auza’i oleh Al Auza’i (tahun 88 – 157 / 707 – 773 M)
  9. As Sunan Al Humaidi (wafat tahun 219 H / 834 M)
Dari kesembilan kitab tersebut yang sangat mendapat perhatian para ‘lama hanya tiga, yaitu Al Muwaththa’, Al Musnad dan Mukhtaliful Hadist. Sedangkan selebihnya kurang mendapat perhatian akhirnya hilang ditelan zaman.
Abad ke 3 H
  • Musnadul Kabir oleh Ahmad bin Hambal dan 3 macam lainnya yaitu Kitab Shahih, Kitab Sunan dan Kitab Musnad yang selengkapnya :
  1. Al Jami’ush Shahih Bukhari oleh Bukhari (194-256 H / 810-870 M)
  2. Al Jami’ush Shahih Muslim oleh Muslim (204-261 H / 820-875 M)
  3. As Sunan Ibnu Majah oleh Ibnu Majah (207-273 H / 824-887 M)
  4. As Sunan Abu Dawud oleh Abu Dawud (202-275 H / 817-889 M)
  5. As Sunan At Tirmidzi oleh At Tirmidzi (209-279 H / 825-892 M)
  6. As Sunan Nasai oleh An Nasai (225-303 H / 839-915 M)
  7. As Sunan Darimi oleh Darimi (181-255 H / 797-869 M)
Imam Malik imam Ahmad
Abad ke 4 H
  1. Al Mu’jamul Kabir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
  2. Al Mu’jamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
  3. Al Mu’jamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
  4. Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M)
  5. Ash Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (233-311 H / 838-924 M)
  6. At Taqasim wal Anwa’ oleh Abu Awwanah (wafat 316 H / 928 M)
  7. As Shahih oleh Abu Hatim bin Hibban (wafat 354 H/ 965 M)
  8. Al Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M)
  9. As Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
  10. Al Mushannaf oleh Ath Thahawi (239-321 H / 853-933 M)
  11. Al Musnad oleh Ibnu Nashar Ar Razi (wafat 301 H / 913 M)
Abad ke 5 H dan selanjutnya
  • Hasil penghimpunan
· Bersumber dari kutubus sittah saja
1. Jami’ul Ushul oleh Ibnu Atsir Al Jazari (556-630 H / 1160-1233 M)
2. Tashiful Wushul oleh Al Fairuz Zabadi (? - ? H / ? – 1084 M)
· Bersumber dari kkutubus sittah dan kitab lainnya, yaitu Jami’ul Masanid oleh Ibnu Katsir (706-774 H / 1302-1373 M)
· Bersumber dari selain kutubus sittah, yaitu Jami’ush Shaghir oleh As Sayuthi (849-911 H / 1445-1505 M)
  • Hasil pembidangan (mengelompokkan ke dalam bidang-bidang)
· Kitab Al Hadits Hukum, diantaranya :
1. Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
2. As Sunannul Kubra oleh Al Baihaqi (384-458 H / 994-1066 M)
3. Al Imam oleh Ibnul Daqiqil ‘Id (625-702 H / 1228-1302 M)
4. Muntaqal Akhbar oleh Majduddin Al Hirani (? – 652 H / ? – 1254 M)
5. Bulughul Maram oleh Ibnu Hajar Al Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
6. ‘Umdatul Ahkam oleh ‘Abdul Ghani Al Maqdisi (541-600 H / 1146-1203 M)
7. Al Muharrar oleh Ibnu Qadamah Al Maqdisi (675-744 H / 1276-1343 M)
· Kitab Al Hadits Akhlaq
1. At Targhib wat Tarhib oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
2. Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
  • Syarah (semacam tafsir untuk Al Hadist)
1. Untuk Shahih Bukhari terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
2. Untuk Shahih Muslim terdapat Minhajul Muhadditsin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
3. Untuk Shahih Muslim terdapat Al Mu’allim oleh Al Maziri (wafat 536 H / 1142 M)
4. Untuk Muntaqal Akhbar terdapat Nailul Authar oleh As Syaukani (wafat 1250 H / 1834 M)
5. Untuk Bulughul Maram terdapat Subulussalam oleh Ash Shan’ani (wafat 1099 H / 1687 M)
  • Mukhtashar (ringkasan)
1. Untuk Shahih Bukhari diantaranya Tajridush Shahih oleh Al Husain bin Mubarrak (546-631 H / 1152-1233 M)
2. Untuk Shahih Muslim diantaranya Mukhtashar oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
  • Lain-lain
1. Kitab Al Kalimuth Thayyib oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M) berisi hadits-hadits tentang doa.
2. Kitab Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) berisi Al Hadits yang dipandang shahih menurut syarat Bukhari atau Muslim dan menurut dirinya sendiri.
Beberapa istilah dalam ilmu hadits
Berdasarkan siapa yang meriwayatkan, terdapat beberapa istilah yang dijumpai pada ilmu hadits antara lain:
  • Muttafaq Alaih (disepakati atasnya) yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, dikenal dengan Hadits Bukhari dan Muslim
  • As Sab’ah berarti tujuh perawi yaitu: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa’i dan Imam Ibnu Majah
  • As Sittah maksudnya enam perawi yakni mereka yang tersebut diatas selain Ahmad bin Hambal
  • Al Khamsah maksudnya lima perawi yaitu mereka yang tersebut diatas selain Imam Bukhari dan Imam Muslim
  • Al Arba’ah maksudnya empat perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim
  • Ats Tsalatsah maksudnya tiga perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.

0 about hadist

Periwayat Hadits yang harus diterima oleh Muslim 

  1. Shahih Bukhari, disusun oleh Bukhari (194-256 H)
  2. Shahih Muslim, disusun oleh Muslim (204-262 H)
  3. Sunan Abu Daud, disusun oleh Abu Dawud (202-275 H)
  4. Sunan at-Turmudzi, disusun oleh At-Turmudzi (209-279 H)
  5. Sunan an-Nasa’i, disusun oleh an-Nasa’i (215-303 H)
  6. Sunan Ibnu Majah, disusun oleh Ibnu Majah (209-273).
  7. Imam Ahmad bin Hambal
  8. Imam Malik
  9. Ad-Darimi

Periwayat Hadits yang diterima oleh Muslim Syi’ah

Muslim Syi’ah hanya mempercayai hadits yang diriwayatkan oleh keturunan Muhammad saw, melalui Fatimah az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak Ali bin Abi Thalib. Syi’ah tidak menggunakan hadits yang berasal atau diriwayatkan oleh mereka yang menurut kaum Syi’ah diklaim memusuhi Ali, seperti Aisyah, istri Muhammad saw, yang melawan Ali pada Perang Jamal.
Ada beberapa sekte dalam Syi’ah, tetapi sebagian besar menggunakan:
  • Ushul al-Kafi
  • Al-Istibshar
  • Al-Tahdzib
  • Man La Yahduruhu al-Faqih

Pembentukan dan Sejarahnya

Hadits sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku Hadits. Itulah pembentukan Hadits.

Masa Pembentukan Al Hadist

Masa pembentukan Hadits tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini Al Hadits belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalan para sahabat saja. Masa Penggalian
Masa ini adalah masa pada sahabat besar dan tabi’in, dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau 632 M. Pada masa ini Al Hadits belum ditulis ataupun dibukukan. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang mendorong para sahabat saling bertukar Al Hadits dan menggali dari sumber-sumber utamanya.

Masa Penghimpunan

Masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi’in yang mulai menolak menerima Al Hadits baru, seiring terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari’at dan ‘aqidah dengan munculnya Al Hadits palsu. Para sahabat dan tabi’in ini sangat mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga jika ada Al Hadits baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan pembawa Al Hadits itu. Maka pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz sekaligus sebagai salah seorang tabi’in memerintahkan penghimpunan Al Hadits. Masa ini terjadi pada abad 2 H, dan Al Hadits yang terhimpun belum dipisahkan mana yang merupakan Al Hadits marfu’ dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu’.

Masa Pendiwanan dan Penyusunan

Abad 3 H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan Al Hadits. Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami Hadits sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan Hadits dan memisahkan kumpulan Hadits yang termasuk marfu’ (yang berisi perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu’ (berisi prilaku tabi’in). Usaha pembukuan Al Hadits pada masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud diatas) juga dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi) atas Al Hadits yang ada maupun yang dihafal. Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan Hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukan pembinaan maghligai Al Hadits. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab Al Hadits seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab Al Hadits abad 4 H.

0 about hadist clearly



Hadist
Hadits (bahasa arab: الحديث) secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam perkataan dimaksud adalah perkataan dari Nabi Muhammad SAW. Namun sering kali kata ini mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunnah sehingga berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum dibawah Al Qur’an.

Struktur Hadits

Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).
Contoh:Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana diberitakan oleh Syu’bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri” (Hadits riwayat Bukhari)

Sanad

Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah
Al-Bukhari > Musaddad > Yahyaa > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW
Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.
Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah :
  • Keutuhan sanadnya
  • Jumlahnya
  • Perawi akhirnya
Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

Matan

Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri”
Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah:
  • Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
  • Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).

Klasifikasi Hadits

Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan)

Berdasarkan ujung sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu’ (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqtu’ :
  • Hadits Marfu’ adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad SAW (contoh:hadits sebelumnya)
  • Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu’. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara’id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: “Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah”. Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti “Kami diperintahkan..”, “Kami dilarang untuk…”, “Kami terbiasa… jika sedang bersama rasulullah” maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu’.
  • Hadits Maqtu’ adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi’in (penerus). Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: “Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu”.
Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari ucapan para sahabat maupun tabi’in dimana hal ini sangat membantu dalam area perdebatan dalam fikih ( Suhaib Hasan, Science of Hadits).

Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Munqati’, Mu’allaq, Mu’dal dan Mursal. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur diatasnya.
Ilustrasi sanad : Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi’in) > penutur 1(Para sahabat) > Rasulullah SAW
  • Hadits Musnad, sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur memungkinkan terjadinya transfer hadits berdasarkan waktu dan kondisi.
  • Hadits Mursal. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi’in menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi’in (penutur2) mengatakan “Rasulullah berkata” tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya).
  • Hadits Munqati’ . Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3
  • Hadits Mu’dal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
  • Hadits Mu’allaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh: “Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan….” tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).

Berdasarkan jumlah penutur

Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad.
  • Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma’nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)
  • Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain :
    • Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur)
    • Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan)
    • Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.

Berdasarkan tingkat keaslian hadits

Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da’if dan maudu’
  • Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1. Sanadnya bersambung;
    2. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
    3. Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits .
  • Hadits Hasan, bila hadits yg tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.
  • Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
  • Hadits Maudu’, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.

Jenis-jenis lain

Adapun beberapa jenis hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di atas antara lain:
  • Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu Hadits yang hanya dirwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta.
  • Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/jujur.
  • Hadits Mu’allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu’allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut Hadits Ma’lul (yang dicacati) dan disebut Hadits Mu’tal (Hadits sakit atau cacat)
  • Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidaksama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan
  • Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan ileh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi)
  • Hadits gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah
  • Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya
  • Hadits Syadz, Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi orang yang terpercaya yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi yang lain.
  • Hadits Mudallas, disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Jadi Hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya

 

sederhana Copyright © 2011 - |- Template created by Badrus Soleh - |- Powered by Blogger Templates