Persia modern adalah Iran dan Irak
yang kita ketahui sebagai raksasa Timur Tengah. Persia juga meilki peradaban
yang sangat kuno, meliputi peradaban yang sebelum dan sesudah hellenisme. Beragam
tulisan tentang peradaban Persia di kemukakan, termasuk dalam perkembangan
filsafat Islam. Tulisan ini akan mengangkat sisi lain Persia modern, tetapi
bukan berarti saya seorang Syiah. Sebagai mahasiswa saya mencoba memaparkan
sisi lain dbalik stigma negatif kaum Sunni kepada kaum Syiah dalam kebesaran
Iran di Timur Tengah.
Tanah dan peradaban Persia sudah ada
sejak millenium kedua keturunan suku Arya yang dulu tinggal di India. Di titik inilah
kesalahan yang digaung-gaungkan bangsa Eropa dengan mengatakan bahwa kebudayaan
Yunani adalah kebudayaan yang tertua. Padahal kebudayaan Yunani mulai berkembang
pesat pada abad ke 6 SM, dimulai pada bidang filsafat. Perkembangan itu mulai
terasa semakin pesat dan akhirnya menyentuh peradaban Persia.
Dalam buku W.
Montgomery Watt, Islamic Philosophy and Theology: An Extended Survey, gelombang pertama Hellenisme terjadi
sekitar abad 7 M dan sangat berkembang pesat di Persia. Gelombang ini masih
memunculkan keinginan muslim pada saat itu yang mulai tertarik untuk
mempelajari karya-karya Yunani. Perkembangan dan perpaduan yang terjadi antara
Persia dan Yunani ini adalah tiitik dimana mulai munulnya filsafat Islam. Tokoh-tokoh
seperti Al-Kindi, Ibn-Sina digadang adalah filsuf-filsuf awal islam, yang telah
membuka wawasan pengetahuan masyarakat muslim. Para filsuf ini telah
menggunakan metode Yunani dan buktinya perkembangan keilmuan semakin cepat sama
sekali.
Perkembangan yang terjadi di Persia
yang terjadi telah menyilaukan para masyarakat muslim maghribi atau Andalusia,
sehingga mereka berbondong-bondong berjalan ke timur untuk menimba ilmu di Persia
atau Baghdad. Ibn Rusyd adalah filsuf yang juga sangat memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap perkembangan filsafat di Islam. Beliau memberikan metode
deomstratif untuk menalarkan permasalahan dalam Islam, yaitu metode baru yang
tidak pernah digunakan oleh para mutakallimun. Namun dalam buku-buku barat, seperti
biasa, mendoktrin bahwa filsafat islam telah berakhir di Ibn Rusyd ini. Demikian
posisi filsafat dalam islam semakin terjepit dengan penolakan dari ulama Islam sendiri
yaitu Al-Ghazali, yang mengatakan bahwa filsafat itu terlalu rasional, tunduk
dengan metode Yunani, sampai Al-Quran pun dikesampingkan.
Berbeda dengan kemunduran filsafat
paripatetik yang terjadi di barat, di Timur, filsafat semakin berkembang dengan
Suhrawardi, Mulla Sadra dll. Berbagai karya terbaru dipersembahkan oleh
filsuf-filsuf Timur, yang berkarakter iluminasi. Pada masa ini, filsafat
dikalangan Sunni telah benar-benar mati dan tidak bisa berkembang.
Tetapi, saya meskipun sebagai seorang Sunni dan mengkaji
kitab beliau syekh hujjatul islam al-imam Al-Ghazali tidak sepenuhnya langsung demikian
tunduk. Pertanyaan muncul dan timbul dalam benak saya guna mencari kebenaran
sejarah, tanpa kulit dari Sunni maupun Syiah. Dimanakah posisi Al-Quran bagi
filsuf islam? Apakah benar mereka telah mengesampingkan Al-Quran? Jika benar, Mengapa
rasio saja yang digunakan tanpa polesan Al-Quran dalam berfilsafat?
Kegelisahan saya terjawab dalam buku Henry
Corbin, History of Islamic Philosophy dan Seyyed Hossein Nasr, Islamic
Philosophy from Its Origin to the Present: Philosophy in the Land of Propechy. Sebagaimana
yang terjadi sejak abad ke 13 M, perkembangan filsafat tetap terjadi di kalangan
Syiah, dan kematian filsafat terjadi di kalangan Sunni. Keilmuan filsafat di
Sunni telah diputus dan tidak diajarkan sampai pada waktunya. Namun di Iran,
filsafat islam modern telah diajarkan dan dikatakan oleh Seyyed Hossein bahwa
filsafat islam di Iran adalah filsafat yang divine intellect atau
dibawah naungan Tuhan. Filsafat ini bersifat continue. Filsafat islam
yang bersifat illuminated by divine intellect inilah yang dikatakan sebagai
filsafat kenabian, filsafat islam ini juga merupakan disiplin keilmuan yang
mengacu pada 3 keilmuan islam besar lainnya yaitu teologi, syariah dan
tassawuf. Filsafat islam ini berkarakter ‘irfani atau ilham atau
intuisi.
Henry Corbin
menjelaskan bahwa Filsafat islam modern di kalangan Syiah tidak pernah
melupakan Al-Quran untuk sebagai batasan mereka berfilsafat, saya gambarkan
seperti ini
---------------------------------
Rasio -----------> ilham, intuisi
Filsafat Islam yang ada digunakan untuk mendapatkan arti atau
ma’na esoterik Al-Quran. Bukan hanya kategori tafsir, tapi ta’wil untuk to
knowing the meaning of Quran.
Disini, peran Al-Quran sangat terasa
guna sebagai batasan dalam berfilsafat. Jadi berfilsafat guna mengetahui ma’na
yang ada dalam Al’Quran. Bahkan di Iran, juga diajarkan metode-metode yang
digunakan untuk mendapatkan ilham atau intuisi dari Tuhan. Di Iran, ada sekolah
filsafat yang bernama hawzah yang mengajarkan filsafat anak-anak sejak
kecil.
Lantas, apa hubungan antara kemajuan
Iran dengan filsafat yng berkembang di sana? Filsafat islam modern Iran sudah
tidak hanya berkutat dengan masalah klasik tentang bagaimana alam ini diciptakan,
tetapi permasalahan kosmologi yang ada sudah memikirkan bagaimana alam ini di
olah sedemikian rupa sehingga menjadi sumber ilmu pengetahuan, pemikiran alam
sehingga menjadi tenaga nuklir yang sangat besar. Kemudian masalah teologi yang
dipandang filsafati oleh ulama-ulama Syiah. Tidak sedikit seorang teolog juga
ahli nuklir di Iran.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika status Iran yang
sampai saat ini masih menjadi raksasa Timur Tengah dan negara yang paling
ditakuti Amerika, tidak hanya mengandalkan kekayaan minyak yang ada disana,
melainkan sebagai negara dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan yang diperhitungkan
di dunia. Amerika tidak akan mampu mengembargo Iran, Amerika juga takut akan
kekuatan nuklir yang ada di Iran.
Ketika ada seorang ulama Sunni yang
menginginkan kemajuan Islam kembali seperti abad pertengahan, saya sedikit mengkerutkan
dahi. Bagaimana kesuksesan islam pada masa itu juga banyak dipengaruhi filsafat,
tetapi ulama Sunni sendiri juga menutupi sejarah akan eksistensi dan pengaruh filsafat.
Untuk mengolah ilmu pengatahuan harus menggunakan ilmu logika dan bahasa. Kalangan
muslim Sunni tidak mempelajari itu, tetapi bahasa dan logika sudah diajarkan di
kalangan Syiah Iran sejak dini, bahkan percakapan setiap hari. Apalagi filsafat
islam modern kini sudah lebih bermanfaat untuk mengetahui meaning atau
arti esoterik dari Al-Quran, sehingga perkembangan pengetahuan sudah sangat
mungkin dicapai.
Sekali lagi saya bukanlah seorang Syiah, tapi masih ragukah Anda
untuk berfilsafat?
Yogyakarta, 30 Maret 2015
Aq ki jane gak ngerti, kok iso yo,, wong2 filsafat sing pikirane muter2 ngono kui iso gawe negoro maju.
BalasHapusitulah spesialnya filsafat mas hehe
Hapus