Minggu, 07 Juni 2015

0 Ideologi & Persaudaraan




Yogyakarta, Ahad 7 Juni 2015
 
Keraguan saya timbul setelah saya meihat fakta bahwa kakak-adik, paman-bibi, kakek-nenek pun melakukannya. Satu darah, satu asa, satu karsa sudah tidak dipedulikan:  Apakah islam itu memang benar agama pembawa kebenaran? apakah islam itu memang agama keselamatan? Apakah islam itu pembawa perdamaian?

Memang tidak salah jika saya bertanya lagi tentang esensi islam pada abad ini. sebagai seorang yang awam tentang islam, pasti orang lain juga akan bertanya demikian. Bahkan, bisa jadi pasti percaya. Semua orang yang mengaku islam mengatakan dirinya benar diantara yang lain. Dirinya lebih tinggi diantara yang lain. Dirinya lebih gagah daripada yang lain. Bebas menendang, mencaci, meludahi. Merasa dituakan boleh. Tapi merasa harus paling dituakan tidak boleh. Karena didalamnya pasti ada perasaan angkuh, sombong, dan menuntut. 

Apa yang terjadi di belahan bumi Timur Tengah dari Eropa atau Barat Tengah dari Indonesia saat ini patut untuk di jadikan sebuah justifikasi untuk beberapa pertanyaan-pertanyaan itu. Bangsa arab, disematkan untuk sebuah nama bangsa yang berarti memiliki ras yang serumpun, ras dari satu keturunan, ras dari satu nenek moyang yang berarti mereka semua adalah saudara. Warna, tebal, merk kulit mereka sama. Bahasa, logat, sifat mereka sama. Bahkan panjang jenggot pun sama. Bangsa ini telah membawa perubahan pada dunia pada abad ke 6 oleh Muhammad, seorang pemuda Quraisy, suku yang sangat dihormati pada waktu itu. 

Namun semua kesamaan itu tidak membawa arti apa-apa bagi mereka, dulu dan sekarang. Kesenjangan tetap terjadi, seperti ada gate yang tetap memisahkan mereka. Bertukar-padu, saling mencaci memaki seperti makanan wajib konsumsi. Bahkan tidak segan pertumpahan darah terjadi, seperti Yaman dan Saudi. Tidak ada kata damai, kecuali mati. Tidak ada kata saudara, jika “kafir” sudah di teriakkan. Mata pedang memang buta, tidak bisa melihat apa yang ditebasnya. Lautan darah mengalir, entah dari kepala yang tidak berdosa sampai orang tujuan dicapai.

Fakta menyedihkan perang antara saudara muslim ini memang bagian dampak dari sejarah. Kejelian beberapa golongan berkepentingan untuk memanfaatkan sejarah masa lalu islam, telah mengantarkan islam pada era peradaban baru. Era permusuhan-pengkafiran-perang. Sedikit mengungkit sejarah, Khawarij, salah satu golongan awal islam yang mucul dengan ideologinya yang keras, fundamental dan radikal. Kaum tekstualis. Menunjukkan diri mereka sebagai salah satu golongan yang disegani karena ideologinya yang “senggol-bacok”. Paham ini ekstrim sekali, karena mereka tidak segan menebas leher orang lain jika tidak sependapat dengan mereka. 

Saya tidak memperdulikan yang lain, kecuali kecurigaan pada dampak sejarah yang terjadi saat ini. Adanya golongan Khawarij itu seperti menunjukkan bahwa kelemahan islam itu adalah ideologi. Ideologi Khawarij ini seperti duri, jika kita mendekatinya maka terluka sendiri. Kemudian digunakan oleh negara lain atau kelompok berkepentingan sebagai senjata untuk membunuh islam dari dalam.
Kekhawatiran saya muncul dengan adanya kaum fundamentalis abad ini, yaitu ISIS. Biasa saya istilahkan dengan postkhawarij. Kelompok ini kurang lebih sama dengan ideologi golongan khawarij yang keras, berjalan dengan kacamata kuda. Namun kita coba berpikir dengan sisi lain. Saya meraba-raba bahwa munculnya golongan ini adalah “senjata” yang sengaja diciptakan oleh negara termaju saat ini atau kelompok kepentingan lain, karena mereka sudah tahu kelemahan islam adalah ideologi. Mereka sengaja menanamkan ideologi kepada dunia bahwa islam bukanlah agama yang damai dengan mengangkat kembali ideologi islam keras yang dulu adalah sejarah islam. “Islam adalah agama yang keras”. Ideologi ini sangat fatal, karena lambat laun bisa merusak islam dari dalam, bahkan menghancurkan lebih kedepannya. 

Pesan Allah, “Innamal  mu’minunan ikhwatun”   bahwa sesama mu’min itu adalah saudara. Sepertinya pesan ini sudah kehilangan maknanya. Makna saudara sudah tidak dipakai lagi ketika muslim ini sudah meletakkan jubah keimanan mereka ketika sedang membawa bendera golongan di medan perang.  Mereka sudah buta, tuli, bisu. Keimanan penganut ideologi itu sungguh dipertanyakan. Karena sesama orang mukmin saja yang dikatakan sebagai saudara. Jika muslim tega  menumpahkan darah dan tidak menghiraukan pesan ini berarti mereka bukan mukmin lagi, karena maksud saudara itu diperuntukkan bagi orang-orang mukmin. 

Tapi sungguh, sepertinya golongan kepentingan itu juga  sukses menanamkan ideologi mereka kepada saya. Artinya pertanyaan-pertanyaan saya menunjukkan keraguan saya pada agama yang sejatinya agama yang paling sempurna itu, jika bisa berpikir lebih terbuka dan objektif (rujuklah islam means peace).

0 komentar:

Posting Komentar

 

sederhana Copyright © 2011 - |- Template created by Badrus Soleh - |- Powered by Blogger Templates