“Tiada hujan. Yang ada hanya angin. Tak kunjung hujan. Debu menyatu
dengan angin bergulung seperti ombak di daratan. Menyeruduk seperti banteng
bersungut-sungut. Dari kejauhan kulihat tanah mengeluarkan uap fatamorgana,
menipu setiap pandangan. Kupaksa kaki mendekat menyaksikan teriakan mereka. Seperti
batang jati yang kulitnya pecah dan ingin memuntahkan isinya. Tanah tua coklat
yang kering, keriput, jelek. Mengatakan bahwa mereka sudah hidup lama. Jauh berbeda
ketika hujan turun. Mereka seperti bisa mengulang waktu. Kembali muda, segar
dan cerah. memberikan nyawa mawar untuk tetap harum dan hidup”. Sok puitis
pikirku.
Maklum, bulan ini saya masih ketagihan novel sastra. Kalimat-kalimat
lebai itu masih sering berjalan di kepalaku. Sastra, menurutku, hanyalah
bualan. Seorang sastrawan adalah pembual. Seorang yang bermuka dua dan pandai
mebuat cerita. Apa yang diungkapkan hanyalah kosong belaka. Bertele-tele. Misalnya
seperti ungkapan di atas.Kira-kira seperti itulah ungkapan sastra. Padahal saya
Cuma ingin mengatakan bahwa Jogja sekarang masih panas. Kemarau panjang, tanah kering
kerontang.
Memang seorang sastrawan itu harus pintar bergaya. Dari kepala;
mimik muka, gaya rambut, suara, bentuk muka, bahkan panjang hidung, tebal
bibir, bentuk mata, lebar kuping harus bisa diubah. Kemudian bentuk badan;
gendut, kekar, kurus, lembek bahkan letak punting juga harus bisa dipindah. Lengan;
panjang lengan, otot lengan. Kaki;panjang, serat, berotot, kenthing. Bahkan kelamin sastrawan juga harus bisa dimodel. Hanyalah
tipuan.
Semua orang bisa menjadi sastrawan. Dari kecil sampai tua. Dari
anak SD apalagi anggota DPR. Buat gaya-gayaan. Biar dikenal orang banyak. Menarik
perhatian. Namanya dikenal. Pengen tenar. Saya juga tidak mau kalah. Brikolase. meminjam istilah Hebdige
(1979) adalah usaha untuk “merebut ruang” dengan gaya-gaya tersendiri. Semua orang
telah ber-brikolase dengan gaya
mereka sendiri-sendiri, termasuk saya. Gunain istilah-istilah filsafat cuma
buat di akui sebagai anak filsafat.
Fenomena “gaya-gayaan”. Sepanjang bulan oktober saja. Ada banyak
peristiwa seperti tanggal 1 Oktober kesaktian Pancasila. 10 Oktober kelahiran
HumaniusH (BOM di kampus saya). 22 Oktober Hari Santri Nasional. 28 Oktober
Sumpah pemuda. Yang baru-baru ini seperti hari santri jadi ajang gaya-gayaan
saja. Tidak lebih. Abis digongin resmi langsung bertebaran aja meme-meme “dari
santri untuk negeri”. Emang sampean tahu apa itu santri? Kok berani-beraninya
ngaku jadi santri sambil masang foto sok imut trus di up-load.
Padahal jadi santri itu susah loh. Tau gak gimana susahnya? Dari
pagi sebelum subuh udah harus bangun tidak peduli kamu tidur jam berapa, ngapain
saja. Kamu harus sholat malam yang awalnya sunah tapi karena kamu ngaku santri,
jadi wajib. Habis salat subuh masih harus membaca quran langsung mengaji kitab
sampek mentok jam setengah 6 pagi. Kalau kamu kuliah mending, tapi kalau kamu Cuma
nyantri, biasanya habis dzuhur kamu harus mengaji sampai jam 2 siang. Habis salat
ashar harus musyawarah kitab sampai jam 5. Habis salat maghrib harus ngaji lagi
sampai jam 9. Nanti kalau ada kegiatan sampai jam 10 baru bisa istirahat. Masih
berani ngaku jadi santri?
Santri dalam tulisan arab melayu terdiri dari 6 konsonan. Siin; nun; ta; ra; ya. Seperti kopi,
mereka mempunyai filosofi masing-masing. Misalnya siin berarti saalik ilal
akhiroh. Artinya bertindak atau melalui jalan untuk ke akhiroh. Maksudnya santri
haruslah bertingkah untuk kepentingan akhirat. Nun adalah naibun ‘anil
masyayikh. Artinya pengganti dari Kyai. Santri mempunyai amanah untuk
menggatikan Kyai berjalan menegakkan agama islam. Ta yaitu tarkul ma’ashiy, meninggalkan
maksiyat. Ra dari raaghibun fil khairaat, menyukai
kebaikan. Ya dari yarju salamah fi ad dunya wal akhiroh, mengharapa
keselamatan di dunia dan akhirat. Santri ini lebih berat. Pertanyaannya, Apakah
kalian sudah berjalan untuk akhirat atau masih tertipu dunia? Apakah sudah siap
menjadi pengganti Kyai? Apakah sudah meninggalkan maksiat atau malah langganan?
Apakah senang kebaikan apa suka adu domba? Masihkah berani mengaku santri?
Kemudian disusul peringatan sumpah pemuda hari ini. Banyak
juga bertebaran meme sumpah pemuda baik di kontak BBM saya atau sosial media
yang lain. Tidak kalah banyak juga bertebaran pemuda-pemuda yang tadi memasang
DP sumpah pemuda di BBM nya tetapi saya temukan mojok dengan pemudi sudut gedung
kuliah. Ada juga yang masih berada di atas kasur tapi DP BBM nya berubah semangat
pengabdian isi sumpah pemuda. Ada juga pemuda memasang DP sebelum ujian tapi
ketika ujian dia tidak tenang, kepalanya mematuk jawaban-jawaban di kertas
orang. Yang paling banyak adalah selfie cewe” yang mengatakan sumpah cantiknya.
Melihat yang terakhir saya jadi lupa apa itu sumpah. Bahkan
saya sulit membedakan tulisan sumpah dengan sampah pemuda. Ah, daripada saya
naif ikrar sumpah pemuda, mending sumpah cinta saja. “l, sumpah, aku masih
cinta kamu”
Yogya, 28 Oktober 2015
0 komentar:
Posting Komentar